Agama Tradisional Suku Nias
A.
Asal-usul Suku Nias
Menurut
masyarakat Nias, salah satu mitos asal usul suku Nias berasal dari sebuah pohon
kehidupan yang disebut "Sigaru Tora`a" yang terletak di sebuah tempat
yang bernama "Tetehöli Ana'a". Menurut mitos tersebut di atas
mengatakan kedatangan manusia pertama ke Pulau Nias dimulai pada zaman Raja
Sirao yang memiliki 9 orang Putra yang disuruh keluar dari Tetehöli Ana'a
karena memperebutkan Takhta Sirao. Ke 9 Putra itulah yang dianggap menjadi
orang-orang pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Nias.
Namun menurut Penelitian Arkeologi yang telah dilakukan di Pulau
Nias sejak tahun 1999 Penelitian ini menemukan bahwa sudah ada manusia di Pulau
Nias sejak 12.000 tahun silam
yang bermigrasi dari daratan Asia ke Pulau Nias. Penelitian genetika terbaru
menemukan, masyarakat Nias, Sumatera Utara, berasal dari rumpun bangsa
Austronesia. Nenekmoyang orang Nias diperkirakan datang dari Taiwan
melaluijalur Filipina 4.000-5.000 tahun lalu Penelitian ini juga menemukan,
dalam genetika orang Nias saat ini tidak adalagi jejak dar imasyarakat Niaskuno
yang sisa peninggalannya ditemukan di Goa Togi Ndrawa, Nias Tengah.
B.
Ajaran-ajaran Kepercayaan Suku Nias
1.
Keyakinan
Terhadap Dewa
Dalam kepercayaan
kepada dewa-dewa tersebut ada dua dewa yang dianggap penting, yang pertama
adalah Lowalangi yang sudah disebutkan tadi. Lowalangi ini merupakan dewa alam
atas, sumber dari segala yang baik. Sedangkan yang kedua adalah Lature
Danoyaitu dewa alam bawah, yang pada umumnya lebih menampakkan aspek-aspek yang
negatif.
2.
Keyakinan
tentang jiwa
Dalam suku Nias
terdapat beberapa ungkapan-ungkapan yang dipakai untuk mengungkapkan
pengeretian jiwa yaitu, noso dan bekhu. Noso dipandang datang dari dewa
Lowalangi atau dari salah satu bentuk penampakan dewa itu.
3.
Keyakinan
tentang kekuatan ghaib
Suku Nias mengenal
adanya eheha. Eheha adalah kekuatan yang berjiwa dan menjiwai, yang dapat
diwariskan dari ayah kepada keturunannya atau kepada anak laki-lakinya.
Sebenarnya eheha ini hanya berarti bagi para pemimpin laki-laki ataupun pada
orang-orang yang penting dan tidak beerlaku ataupun tidak penah terungkap
adanya eheha.
4.
Mite
Penjadian
Bagian pertama
mite ini, memiliki sumber, atau meyebutkan bahwa pada awal mula yang adalah
kekacauan (khaos) dari kekacauan ini timbulah tokoh dewa yang pertama,
selanjutnya mite-mite itu berbeda satu sama lain, yaitu mite yang pertama dari
Nias Utara; tokoh dewa pertama yaitu, Tuha Sihai, setelah Sihai meninggal
timbula Aloloa Nangi. Dengan dibantu oleh roh-roh baik yang sebelumnya ada
roh-roh jahat seperti Nadaoya dan Afokha, kemudian roh-roh yang baik yaitu,
Lowalangi dan Lature Dano bermaksud menciptakan manusia. Akan tetapi Lature
Dano gagal menunaikan tugasnya, hanya Lowalangi dapat menghidupkan manusia.
Kedua mite dari Nias Selatan; Inada Samihara Luwo (Inada=Ibu kita) ialah yang
menyebabkan adanya penjadian manusia.
C.
Upacara Adat dan Keagamaan Suku Nias
1.
Upacara
pesta jasa dan atau pesta kedudukan (owasa)
Tujuan pesta
religius ini ialah untuk memperoleh kehormatan, nama, kedukaan, dan gelar.
Dalam suku Nias terdapat suatu aturan yang berlaku bahwa orang boleh mengadakan
owasa setelah ia kawin, ia harus berusaha mengumpulkan emas dan babi yang cukup
untuk pelaksanaan owasa yang pertama.
2.
Upacara
boro nadu
Upacara boro nadu
ini adalah puncak hidup kultus suku Nias, sebab secara langsung pesta ini
dihubungkan dengan penciptaan dan terjadinya suku Nias. Biasanya upacara ini
diselenggarakan ditempat-tempat yang dipandang sebagai tempat nenek moyang
dahulu turun dari alam atas dan sekaligus dianggap sebagai kediaman pertama
nenek moyang masing-masing kelompok.
3.
Upacara
perkawinan[1]
Kebiasaan
masyarakat Nias jika pesta perkawinan banyak sekali yang harus di-folaya
(dihormati dengan cara memberi babi). Selain itu, babi pun banyak yang harus
disembelih dengan berbagai macam fungsional adatnya, misalnya: tiga ekor bawi
wangowalu (babi pernikahan), seekor babi khusus untuk fabanuasa (babi yang
disembelih untuk dibagikan ke warga kampung dari pihak mempelai perempuan) ,
seekor untuk kaum ibu-ibu (ö ndra’alawe) yang memberikan nasehat kepada kedua
mempelai, seekor untuk solu’i (yang menghantar mempelai wanita ke rumah mempelai
laki-laki).
Kemudian ada juga
yang tidak disembelih: sekurang-kurangnya seekor untuk “nga’ötö
nuwu” (paman dari ibu mempelai perempuan), sekurang-kurangnya
seekor sampai tiga ekor untuk “uwu” (paman mempelai perempuan), seekor untuk
talifusö sia’a (anak sulung dari keluarga mempelai perempuan), seekor untuk
“sirege” (saudara dari orangtua mempelai perempuan), seekor untuk “mbolo’mbolo”
(masyakat kampung dari pihak mempelai perempuan, biasanya babi ini di-uang-kan
dan uang itu dibagikan kepada masyarakat kampung), seekor untuk ono siakhi (saudara
bungsu mempelai perempuan), seekor untuk balö ndela yang diberikan kepada siso
bahuhuo, dsb (dan jika pas hari “H” perkawinan, ibu atau ayah atau paman, atau
sirege dari pihak saudara perempuan menghadiri pesta perkawinan, maka
mereka-mereka ini juga harus difolaya, biasanya seekor hingga tiga ekor babi).
4.
Upacara
kematian
Menurut
kepercayaan asli seseorang yang telah meninggal dunia merupakan lanjutan hidup
di dunia ini. Jika di dunia seseorang menjadi kaya, pandai dan terpandang, maka
di dunia orang mati gelar itu masih disandangnya. Namun bedanya di dunia yang
telah mati itu sebaliknya siang menjadi malam, kiri menjadi kanan, timur
menjadi barat. Jika seseorang meninggal maka kerabatnya harus membuat patung
yang disebut molohe adu. Patung ini akan menjadi tempat tinggal roh orang yang
meninggal itu. Oleh karena itulah patung itu harus dipelihara dan dijaga dengan
baik supaya rohnya itu diterima oleh Lowalangi.[2]
D.
Interaksi
Kepercayaan Orang Nias Dengan Agama-Agama Lain
Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan
kebudayaan yang masih tinggi. Setelah ada interaksi dengan agama lain contohnya
Hindu yang pertama masuk Nusantara ini, maka Suku Nias ini memiliki sistem
Kasta yang ada pada ajaran Agama Hindu. Suku Nias mengenal sistem kasta (12
tingkatan Kasta). Dimana tingkatan kasta yang tertinggi adalah
"Balugu". Untuk mencapai tingkatan ini seseorang harus mampu
melakukan pesta besar dengan mengundang ribuan orang dan menyembelih ribuan
ekor ternak babi selama berhari-hari.
[1]
http://niasonline.net/2007/04/23/sistem-adat-perkawinan-nias-salah-satu-penyebab-kemiskinan-masyarakat-nias/,
diakses pada tanggal 19-05-2016
[2]
http://arti-definisi-pengertian.info/upacara-adat-kematian-orang-nias/,
diakses pada tanggal 19-05-2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar