Kamis, 19 Mei 2016

SUKU TOLAKI


SUKU TOLAKI

 
Sumber: https://www.google.com/search?q=peta++suku+tolaki&client=ubuntu&channel=fs&biw=1366&bih=635&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjEhrzBgZzNAhUHJJQKHRHKDcgQ_AUIBigB#imgrc=-nC9UW_dj4ameM%3A



A.    Asal-usul Suku Tolaki
Tolaki adalah salah satu suku yang ada di Sulawesi Tenggara mendiami daerah yang berada di sekitar kabupaten Kendari dan Konawe. Suku Tolaki berasal dari kerajaan Konawe. Dahulu, masyarakat Tolaki umumnya merupakan masyarakat nomaden yang handal, hidup dari hasil berburu dan meramu yang dilaksanakan secara gotong-royong. Hal ini ditandai dengan bukti sejarah dalam bentuk kebudayaan memakan sagu, yang hingga kini belum dibudidayakan atau dengan kata lain masih diperoleh asli dari alam. Masakan asli Suku Tolaki sebelum beras adalah dalam bentuk sajian sinonggi.
Raja Konawe yang terkenal adalah Haluoleo (delapan hari). Masyarakat Kendari percaya bahwa garis keturunan mereka berasal dari daerah Yunan Selatan yang sudah berasimilasi dengan penduduk setempat, walaupun sampai saat ini belum ada penelitian atau penelusuran ilmiah tentang hal tersebut. Kini masyarakat Tolaki umumnya hidup berladang dan bersawah, maka ketergantungan terhadap air sangat penting untuk kelangsungan pertanian mereka. untunglah mereka memiliki sungai terbesar dan terpanjang di provinsi ini. Sungai ini dinamai sungai Konawe. yang membelah daerah ini dari barat ke selatan menuju Selat Kendari.[1]

B.     Sistem Hukum Suku Tolaki
      Sistem Hukum yang brlaku dalam masyarakat Tolaki dan seorang  Mokole (Raja), pemimpin, dalam sumpah pelantikannya, telah mengucapkan ikrar dihadapan rakyatnya, untuk ia mentaati dan tunduk terhadap hukum yang berlaku,  dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan Tolaki.
          Kelima sumber hukum itu adalah   :
1. Sara Wonua, yaitu Hukum adat pokok dalam pemerintahan.
2. Sara mbendulu, yaitu Hukum adat pokok dalam hubungan kekeluargaan dan persatuan pada umumnya.
3. Sara mbe'ombu, yaitu Hukum adat pokok dalam aktivitas agama dan Kepercayaan.
4. Sara mendarahia, yaitu Hukum adat pokok dalam pekerjaan yang berhubungan dengan keahlian dan  keterampilan.
5. Sara monda'u, mombopaho, mombakani, melambu,dumahu, me oti-oti, yaitu Hukum adat pokok masing-masing dalam, berladang, berkebun, beternak, berburu, dan menangkap ikan.[2]

C.    Sistem Kekerabatan Masyarakat Tolaki
      Dalam masyarakat orang Tolaki, seperti pada semua masyarakat, sistem hubungan kekerabatan terjadi karena keturunan dan perkawinan. Hubungan kerabat karena keturunan disebut meohai yang berarti hubungan saudara, anamotuo yang berarti hubungan orang tua. Sedangkan hubungan karena perkawinan disebut pinetono yang berarti hubungan suami-istri, hubungan keluarga istri dan hubungan keluarga suami.
      Hubungan saudara tampak sebagai apa yang disebut mekotukombo atau hubungan saudara kandung, yang terdiri atas tiga macam, yaitu :
a. meohai aso ama aso ina yaitu hubungan saudara kandung seayah dan seibu.
b. meohai aso ama suere ina yaitu hubungan saudara kandung seayah lain ibu.
c. meohai aso ina suere ama yaitu hubungan saudara kandung seibu lain ayah.
      Selain hubungan saudara sebagai saudara kandung, ada juga hubungan saudara yang disebut meopoteha yaitu hubungan saudara sepupu. Hubungan saudara sepupu ini juga terdiri atas tiga macam, yaitu :
a. meopoteha monggo aso yaitu hubungan sepupu derajat satu.
b. meopoteha monggo ruo yaitu hubungan sepupu derajat dua.
c. meopoteha monggo tolu yaitu hubungan sepupu derajat tiga.
      Hubungan dengan orang tua tampak dalam unsur-unsur yang disebut mbeo'ana atau hubungan orang tua dengan anak dan mbeopue atau hubungan kakek atau nenek dengan cucu. Hubungan antara orang tua dengan anak terdiri dari unsur-unsur sebagai mbeo'ana kotukombo (hubungan orang tua dengan anak kandung) dan mbeolaki'ana (hubungan paman atau bibi dengan kemenakan). Hubungan paman atau bibi dengan kemenakan terdiri pula atas unsur mbeolaki'ana nggotukombo (hubungan paman atau bibi dengan kemenakan kandung) dan unsur mbeolaki'ana mboteha (hubungan paman atau bibi dengan kemenakan sepupu). Masing-masing paman sepupu, bibi sepupu, dan kemenakan terdiri pula atas tiga unsur, yakni sebagai sepupu derajat satu, sebagai sepupu derajat dua, dan sebagai sepupu derajat tiga.
      Selanjutnya hubungan antara kakek atau nenek dengan cucu terdiri dari tiga tingkat, baik ke atas maupun ke bawah, yakni :
a. meopue-mbue atau hubungan kakek nenek dengan cucu.
b. meopuetuko-mbuetuko atau hubungan piut dengan cici.
c. meopusele-mbusele atau hubungan buyut dengan cece.
      Menurut orang Tolaki, kakek atau nenek itu ada tujuh lapis. Lapisan ketujuh yang disebut puembitulapi (kakek atau nenek lapisan ketujuh) tidak dikenal lagi dan dipertanyakan oleh cucunya lapisan terbawah, oleh karena itu ada istilah puembinesuko'ako yang berarti kakek atau nenek yang dipertanyakan.[3]

D.    Kepercayaan dan Sistem Religi Suku Tolaki
Orang Tolaki telah sejak lama memeluk agama Islam. Akan tetapi sisa-sisa kepercayaan sebelum Islam masih dimiliki oleh beberapa kelompok kecil masyarakat. Kepercayaan animisme Tolaki meyakini adanya roh-roh yang mendiami semua benda, yang disebut sanggelo. Makhluk halus yang mereka pandang sebagai dewa disebut sangia. Baik sanggelo maupun sangia ada yang baik dan ada pula yang jahat. Sanggelo yang baik disebut sanggelo mbae, dan sangia yang jahat disebut sangia mbongae.[4]
Orang Tolaki mengenal banyak dewa. Setiap dewa diberikan nama menurut nama status dan fungsinya atau menurut nama tempat pesemayamannya di salah satu bagian alam. Dewa tertinggi disebut Sangia Mbu'u (kepala dewa). Dewa inilah yang bertindak sebagai penyambung lidah, titah Tuhan. Ia juga disebut Sangia Lahuene (dewa langit) karena Ia bersemayam di langit.
Dewa-dewa lainnya ialah :
a. Sangiano o wuta (dewa bumi) atau Guruno o wuta (gurunya tanah) yang mengatur dan memelihara kehidupan diatas bumi.
b. Sangia i puri wuta (dewa di pusat bumi) yang mengatur dan memelihara kehidupan di dalam bumi.
c. Sangia i puri tahi (dewa di dasar laut) yang mengattur dan memelihara laut dan segala sumber air.
d. Sangia i asaki ndahi (dewa di seberang laut) yang menjaga musuh dari luar dunia.
e. Sangia i losoano oleo (dewa di Timur) yang mengatur dan memelihara wilayah jagat di bagian timur termasuk menetapkan terbitnya matahari pada setiap hari.
f. Sangia i tepuliano oleo (dewa di Barat) yang mengatur dan memelihara wilayah jagat di bagian Barat termasuk menetapkan terbenamnya matahari pada setiap hari menjelang malam.
g. Sangia i ulu iwoi (dewa di hulu sungai atau dewa di Utara) yang menguasai wilayah jagat di sebelah Utara termasuk mengatur mengalirnya sumber air sampai ke laut.
h. Sangia i para iwoi (dewa di muara sungai atau dewa di Selatan) yang menguasai wilayah jagat di bagian Selatan termasuk menerima dan mengatur air masuk ke laut.
i. Dewi padi yang dinamakan Sanggoleo mbae (roh padi), Wurake mbae (nyawa  padi), Wulia mbae (halusnya padi), Warakano ombuno o pae (inti persona dewanya padi).

E.     Upacara Keagamaan Suku Tolaki
Beberapa macam upacara keagamaan orang Tolaki bersifat "ritus" yaitu yang bersifat perpisahan menjadi satu dengan yang bersifat peralihan dan yang "upacara" yakni yang bersifat integrasi dan pengukuhan. Upacara yang bersifat perpisahan menjadi satu dengan yang bersifat peralihan adalah :
1.      Mesosambakai (upacara kelahiran)
2.       Mepokui (potong rambut)
3.      Manggilo, mesuna, mewaka (upacara sunatan)
4.      Mateaha (upacara kematian)
5.      Upacara pertanian, yaitu : merondu (upacara pembukaan hutan perladangan), mombotudu (upacara penanaman padi di ladang) dan monahu nda'u (upacara tahun perladangan)
6.      Upacara tolak bala dan syukuran, yaitu : mosusu tombi-tombi monduha bangga-bangga (upacara pencegahan wabah penyakit dan mosehe (upacara pensucian diri karena melanggar ada
7.      Upacara yang bersifat integrasi dan pengukuhan adalah: Mepakawi (upacara perkawinan), pombotoroa mokole (upacara pelantikan raja di zaman dahulu), mombesara (upacara penyambutan raja atau pejabat pemerintah) dam mekindoroa (upacara perdamaian). [5]

F.     Pakaian Adat Suku Tolaki
Sejak dahulu masyarakat Tolaki telah membuat bahan pakaian yang disebut “Kinawo” artinya bahan pakaian yang terbuat dari kulit kayu. Proses pembuatan Kinawo ini dilakukan dengan cara yang masih sangat sederhana yaitu dengan cara mengambil kulit kayu tersebut yang disebut kayu Usongi, Dalisi, Otipulu, dan wehuka, kemudian dikuliti lalu kulit kayu tersebut direbus dengan abu dapur. Selanjutnya direndam sehari, setelah cukup lembut, kemudian dipukul –pukul pada kayu bulat besar dengan batu segi empat yang pilih hingga menjadi tipis dan lebar. Proses ini disebut “Monggawo” artinya membuat Kinawo (bahan pakaian).
Pakaian adat Tolaki / Accsesories dan sanggul, pada saat ini umumnya dibagi menjadi tiga (tiga) bagian yaitu :
1.      Pakaian adat wanita dan kelengkapannya
2.      Pakaian adat pria dan kelengkapannya
3.      Sanggul[6]

Sumber:https://www.google.co.id/searchq=tolaki&espv=2&biw=1366&bih=667 source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiEu6X06zNAhUJr48KHel7AKAQ_AUIBigB#imgrc=O-bPeK-CI_V56M%3A

Sumber:https://www.google.co.id/searchq=tolaki&espv=2&biw=1366&bih=667&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiE-u6X06zNAhUJr48KHel7AKAQ_AUIBigB&dpr=1#imgrc=vYZQ-n-BD1GcrM%3A




                [1] https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Tolaki, diakses pada tanggal 20/05/2016
                [2] http://tolaki-malaka.blogspot.co.id/, diakses pada tanggal 10/06/2016
                [3] http://unj-pariwisata.blogspot.co.id/2012/05/sistem-sosial-orang-tolaki-1.html, diakses pada tanggal 10/06/2016
                [4] http://suku-dunia.blogspot.co.id/2015/03/sejarah-suku-tolaki.html, diakses pada tanggal 20/05/2016
                [5] http://unj-pariwisata.blogspot.co.id/2012/05/sistem-religi-suku-tolaki.html, diakses pada tanggal 20/05/2016
                [6] https://lumanda.wordpress.com/2011/11/08/pakaian-adat-suku-tolaki/, diakses pada tanggal 20/05/2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar